Kamis, 03 Februari 2011

Sejarah Drakula..sang pembantai umat muslim

Kisah hidup Dracula merupakan salah satu contoh bentuk penjajahan sejarah yang begitu nyata yang dilakukan Barat. Kalau film Rambo merupakan suatu fiksi yang kemudian direproduksi agar seolah-olah menjadi nyata oleh Barat, maka Dracula merupakan kebalikannya, tokoh nyata yang direproduksi menjadi fiksi. Bermula dari novel buah karya Bram Stoker yang berjudul Dracula, sosok nyatanya kemudian semakin dikaburkan lewat film-film seperti Dracula's Daughter (1936), Son of Dracula (1943), Hoorof of Dracula (1958), Nosferatu (1922) yang dibuat ulang pada tahun 1979-dan film-film sejenis yang terus-menerus diproduksi.
Lantas, siapa sebenarnya Dracula itu?
Dalam buku berjudul "Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib" karya Hyphatia Cneajna ini, sosok Dracula dikupas secara tuntas. Dalam buku ini dipaparkan bahwa Dracula merupakan
pangeran Wallachia, keturunan Vlad Dracul. Dalam uraian Hyphatia tersebut sosok Dracula tidak bisa dilepaskan dari menjelang periode akhir Perang Salib. Dracula dilahirkan ketika peperangan
antara Kerajaan Turki Ottoman-sebagai wakil Islam-dan Kerajaan Honggaria-sebagai wakil Kristen-semakin memanas. Kedua kerajaan tersebut berusaha saling mengalahkan untuk merebutkan
wilayah-wilayah yang bisa dikuasai, baik yang berada di Eropa maupun Asia. Puncak dari peperangan ini adalah jatuhnya Konstantinopel-
benteng Kristen-ke dalam penguasaan Kerajaan Turki Ottoman.
Dalam babakan Perang Salib di atas Dracula merupakan salah satu panglima pasukan Salib. Dalam peran inilah Dracula banyak melakukan
pembantain terhadap umat Islam. Hyphatia memperkirakan jumlah korban kekejaman Dracula mencapai 300.000 ribu umat Islam. Korban-korban tersebut dibunuh dengan berbagai cara-yang
cara-cara tersebut bisa dikatakan sangat biadab-yaitu dibakar hidup-hidup, dipaku kepalanya, dan yang paling kejam adalah disula.
Penyulaan merupakan cara penyiksaan yang amat kejam, yaitu seseorang ditusuk mulai dari anus dengan kayu sebesar lengan tangan orang dewasa yang ujungnya dilancipkan. Korban yang telah
ditusuk kemudian dipancangkan sehingga kayu sula menembus hingga perut, kerongkongan, atau kepala. Sebagai gambaran bagaimana situasi ketika penyulaan berlangsung penulis mengutip pemaparan Hyphatia:

"Ketika matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan segera dimulai. Para prajurit melakukan perintah tersebut dengan
cekatakan seolah robot yang telah dipogram. Begitu penyulaan dimulai lolong kesakitan dan jerit penderitaan segera memenuhi segala penjuru
tempat itu. Mereka, umat Islam yang malang ini sedang menjemput ajal dengan cara yang begitu mengerikan. Mereka tak sempat lagi mengingat kenangan indah dan manis yang pernah mereka alami."

Tidak hanya orang dewasa saja yang menjadi korban penyulaan, tapi juga bayi. Hyphatia memberikan pemaparan tetang penyulaan terhadap bayi sebagai berikut:

"Bayi-bayi yang disula tak sempat menangis lagi karena mereka langsung sekarat begitu ujung sula menembus perut mungilnya. Tubuh-tubuh para korban itu meregang di kayu sula untuk menjemput ajal."

Kekejaman seperti yang telah dipaparkan di atas itulah yang selama ini disembunyikan oleh Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi karena dua
sebab. Pertama, pembantaian yang dilakukan Dracula terhadap umat Islam tidak bisa dilepaskan dari Perang Salib. Negara-negara Barat yang pada masa Perang Salib menjadi pendukung utama pasukan
Salib tak mau tercoreng wajahnya. Mereka yang getol mengorek-ngorek pembantaian Hilter dan Pol Pot akan enggan membuka borok mereka sendiri. Hal ini sudah menjadi tabiat Barat yang selalu ingin
menang sendiri. Kedua, Dracula merupakan pahlawan bagi pasukan Salib. Betapapun kejamnya Dracula maka dia akan selalu dilindungi nama baiknya. Dan, sampai saat ini di Rumania, Dracula masih
menjadi pahlawan. Sebagaimana sebagian besar sejarah pahlawan-pahlawan pasti akan diambil sosok superheronya dan dibuang segala kejelekan, kejahatan dan kelemahannya.

Guna menutup kedok kekejaman mereka, Barat terus-menerus menyembunyikan siapa sebenarnya Dracula. Seperti yang telah dipaparkan di atas, baik lewat karya fiksi maupun film, mereka berusaha agar jati diri dari sosok Dracula yang sebenarnya tidak terkuak. Dan, harus diakui usaha Barat untuk mengubah sosok Dracula dari fakta menjadi fiksi ini cukup berhasil. Ukuran keberhasilan ini dapat dilihat dari seberapa banyak masyarakat-khususnya umat Islam
sendiri-yang mengetahui tentang siapa sebenarnya Dracula. Bila jumlah mereka dihitung bisa dipastikan amatlah sedikit, dan kalaupun mereka mengetahui tentang Dracula bisa dipastikan bahwa penjelasan yang diberikan tidak akan jauh dari penjelasan yang sudah umum selama ini bahwa Dracula merupakan vampir yang haus darah.

Selain membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya Hyphatia juga mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang telah umum diketahui bahwa penggambaran Dracula yang telah menjadi fiksi tidak bisa dilepaskan dari dua benda, bawang putih dan salib. Konon kabarnya hanya dengan kedua benda tersebut Dracula akan takut dan bisa dikalahkan. Menurut Hyphatia pengunaan simbol salib merupakan cara Barat untuk menghapus pahlawan dari musuh mereka-pahlawan dari pihak Islam-dan sekaligus untuk menunjukkan superioritas mereka.

Siapa pahlawan yang berusaha dihapuskan oleh Barat tersebut? Tidak lain Sultan Mahmud II (di Barat dikenal sebagai Sultan Mehmed II). Sang Sultan merupakan penakluk Konstantinopel yang sekaligus penakluk Dracula. Ialah yang telah mengalahkan dan memenggal kepala Dracula di tepi Danua Snagov. Namun kenyataan ini berusaha
dimungkiri oleh Barat. Mereka berusaha agar merekalah yang bisa mengalahkan Dracula. Maka diciptakanlah sebuah fiksi bahwa Dracula hanya bisa dikalahkan oleh salib. Tujuan dari semua ini selain hendak mengaburkan peranan Sultan Mahmud II juga sekaligus untuk menunjukkan bahwa merekalah yang paling superior, yang bisa mengalahkan Dracula si Haus Darah. Dan, sekali lagi usaha Barat ini bisa dikatakan berhasil.

Selain yang telah dipaparkan di atas, buku "Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib" karya Hyphatia Cneajna ini, juga memuat hal-hal yang selama tersembunyi sehingga belum banyak diketahui oleh masyarakat secara luas. Misalnya tentang kuburan Dracula yang sampai saat ini belum terungkap dengan jelas, keturunan Dracula, macam-macam penyiksaan Dracula dan sepak terjang Dracula
yang lainnya.

Sebagai penutup tulisan ini penulis ingin menarik suatu kesimpulan bahwa suatu penjajahan sejarah tidak kalah berbahayanya dengan bentuk penjajahan yang lain-politik, ekonomi, budaya, dll.
Penjajahan sejarah ini dilakukan secara halus dan sistematis, yang apabila tidak jeli maka kita akan terperangkap di dalamnya. Oleh karena itu, sikap kritis terhadap sejarah merupakan hal yang
amat dibutuhkan agar kita tidak terjerat dalam penjajahan sejarah. Sekiranya buku karya Hyphatia ini-walaupun masih merupakan langkah awal-bisa dijadikan pengingat agar kita selalu kritis terhadap sejarah karena ternyata penjajahan sejarah itu begitu nyata ada di depan kita. [*]

(Makalah ini disampaikan dalam bedah buku
"Dracula, Pembantai Umat Islam dalam Perang
Salib" di auditorium Fakultas Ilmu Budaya UGM)

Other source:
http://en.wikipedia.org/wiki/Vlad_III_the_Impaler

Sejarah Dracula ( vlad III )
Selama perang salib, wallachia menjadi rebutan antara kerajaan Hungaraia dan Turki Ottoman, pada masa Vlad II berkuasa di wallachia,Vlad II mempunya tiga orang anak, Mircea,Dracula dan Randu, Vlad II memihak kerajaan Hungaria.Namun setelah dilengserkan oleh Sigismund ( Raja dari kerajaan Hungaria ) dan kemudian digantikan oleh John Hunyandi, Vlad II memihak kepada kesultanan Turki Ottoman, sebagai jaminan kesetiaannya kepada kesultanan Turki ottoman, Vlad II mengirimkan Dracula dan Randu ke Turki.
Riwayat Dracula
Vlad Tsepes III ( 1431 - 1475 M ) atau yang lebih populer dengan nama Dracula dilahirkan di Transylvania, Rumania. Ia merupakan anak Ke 2 dari Vlad II dan Cneajna, seorang putri dari Moldavia
Masa kecil Dracula memang tidak berlangsung lama, diusianya yang ke 11 ia harus menjadi jaminan kesetian ayahnya kepada kesultanan Turki ottoman, ia dan adiknya Randu harus dikirim ke Turki.
Awal Kekuasaan Dracula
Setelah perang Verna, terjadi konflik antara Vlad II dan John Hunyadi, yang berujung pada kematian Vlad II dan Mircea, kakak Dracula. Melihat perubahan politik di Wallachia tersebut, maka sultan Turki ottoman Mehmed II mengirimkan Dracula pulang ke wallachia untuk merebut tahta.
Dracula kembali ke Wallacia dengan di kawal 8000 prajurit Turki ottoman. sesampainya di Tirgoviste ( ibu kota wallachia ) terjadi pertempuran antara pasukan Vlasdisav dengan pasukan Dracula, yang akhirnya di menangkan oleh pasukan Dracula dan menempatkan Dracula sebagai penguasa Wallachia.
Awal Kekejaman Dracula
Setelah berhasil menduduki tahta, Dracula membantai prajurit Turki ottoman yang tersisa dengan cara di sula, hal tersebut menjadi salah satu penyebab permusuhan antara Dracula dan Sultan Mehmed II.
Sebagai panglima salib di Wallachia, Dracula telah membantai kurang lebih 23.000 umat islam baik tentara maupun rakyat, dengan peperangan maupun dengan metode sula ( impaler ), setelah tindakan tersebut Dracula mengirimkan surat kepada raja Hungaria saat itu ( Matthias Corvinus ) untuk meminta dukungan dari kerajaan Hungaria untuk melawan Turki Ottoman.
Serangan Tengah Malam ( The Night Attack )
Tindakan Dracula yang membantai 23.000 tentara Turki Ottoman, membuat sultan Mehmed II menyatakan perang kepada Dracula. Pada tanggal 17 Mei 1462 M Sultan Mehmed II ( sang penakluk konstatinopel ) mengirimkan 60.000 tentara ditambah 30.000 tentara non reguler. Sedangkan tentara Dracula mencapai 30.000 prajurit, melihat jumlah pasukan yang tidak berimbang, dracula melakukan strategi perang grilya ( Hit and Run )
Pada serangan tengah malam pasukan dracula yang berkekuatan 10.000 orang berhasil mendesak pasukan Turki ottoman, tetapi dapat dipukul mundur pada saat fajar tiba, atas kekalahan tersebut pasukan dracula mundur ke benteng Poenari, dracula melarikan diri dari kepungan pasukan Turki ottoman yang di pimpin oleh Randu ( adik kandung dracula )ke Hungaria, dengan melarikandirinya Dracula, Randu dengan mudah merebut benteng Poenari dan merebut tahta Wallachia.
Kematian Dracula
Pada Desember 1476 Terjadi pertempuran antara pasukan salib dengan dengan pasukan muslim ( Turki ottoman )dimana pertempuran tersebut terjadi di daerah Snagov, dalam pertempuran tersebut pasukan Dracula dapat dikalahkan, dan Dracula ( Vlad III ) tewas dalam pertempuran tersebut, kepalanya di penggal dan di bawa ke Turki sebagai bukti kematiannya

Selasa, 01 Februari 2011

Khalid ibn al-Walid (592-642 M)

Khalid ibn Al-Walid adalah salah satu jenderal Arab yang sangat dikenal di awal penaklukan Islam Abad ke-7, tercatat akan kemampuan militernya dalam memimpin pasukan-pasukan Muhammad dan dua Khulafaur Rasyidin pertama, Abu Bakr dan Umar ibn Al-Khattab. Karena ia tidak terkalahkan dalam lebih dari seratus pertempurannya melawan Imperium Romawi Timur dan Imperium Persia, ia dihormati sebagai salah satu panglima militer terbaik sepanjang masa.

Ia lahir sekitar tahun 592 M di Makkah. Khalid terlahir sebagai anggota Bani Makhzum, salah satu klan yang berpengaruh di Makkah dan berperan sebagai andalan di bidang militer. Ketika Islam pertama kali tumbuh di Makkah, ia termasuk golongan mayoritas yang sangat memusuhi Muhammad dan para pengikutnya. Ketika umat Islam Makkah berhijrah ke Madinah, beberapa pertempuran besar berlangsung antara pasukan Makkah dan pasukan Madinah. Ia terlibat dalam Pertempuran Uhud dan Pertempuran Khandaq 'Parit'.

Untuk pertama kalinya ia mempertunjukkan keahliannya dalam bertempur pada Pertempuran Uhud. Ia menjadi panglima pasukan kavaleri kuda Makkah. Dalam kondisi pasukan Makkah yang terdesak, Khalid mampu mengubah keadaan menjadi kemenangan Makkah.

Tahun 628 M, Perjanjian Hudaybiyah disepakati. Perjanjian ini adalah perjanjian gencatan senjata antara Makkah dan Madinah. Setelah perjanjian ini, Khalid masuk Islam. Tiga tahun sejak ia masuk Islam, untuk pertama kalinya ia bergabung dalam pasukan Islam dalam pertempuran yang cukup penting, Pertempuran Mu'tah.

Dalam pertempuran ini, ia menjadi prajurit biasa bersama 3.000 pasukan Madinah lainnya menghadapi sekitar 100.000-200.000 pasukan Romawi Timur. Di tengah pertempuran yang berlangsung selama tujuh hari ini, ia ditunjuk untuk menjadi panglima karena tewasnya tiga panglima: Zayd bin Haritsah, Ja'far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah. Dengan perannya ini, pasukan Madinah bisa bertahan selama tujuh hari.

Ia mengubah posisi pasukan sayap kanan ke sayap kiri dan begitu juga sebaliknya. Ia lalu membariskan seluruh pasukannya dalam barisan yang amat panjang untuk memberikan kesan jumlah pasukannya lebih banyak. Ia juga memerintahkan pasukannya untuk membuat debu dan pasir beterbangan lebih dari yang seharusnya. Strateginya berjalan cukup sukses dengan timbulnya kewas-wasan dalam hati pasukan Romawi karena mengira pasukan Madinah menerima bantuan. Efek ini muncul karena mereka harus berhadapan dengan wajah baru setiap harinya. Khalid lalu dengan lebih mudah agak mengorientasikan pasukannya untuk selalu mundur sedikit demi sedikit. Pasukan Romawi mengira hal ini adalah jebakan untuk membuat mereka masuk ke gurun pasir Arab yang "kejam". Hari ketujuh, perang berakhir dengan mundurnya kedua belah pihak. Dalam pertempuran ini, Khalid mematahkan sembilan pedangnya yang menunjukkan betapa intensifnya pertempuran antar kedua belah pihak. Karena kepemimpinannya dalam pertempuran ini juga, ia dijuluki SayfUllah 'Pedang Allah'.

Di masa Khalifah Abu Bakr, Khalid diutus memimpin 18.000 dalam Perang Islam-Persia. Perang ini diawali oleh Khalid dengan pengiriman surat kepada Hormuz, Gubernur Persia untuk Mesopotamia. Isi suratnya sangat terkenal seperti yang dicantumkan di bawah ini.

"Masuklah dalam Islam dan kalian akan selamat. Atau bayarlah jizyah, dan Kamu serta rakyatmu akan kami lindungi, jika tidak, Kamu akan menjadi bersalah atas konsekuensinya, karena saya akan datang kepada kalian dengan orang-orang yang mencintai kematian sebagaimana kalian mencintai kehidupan."

Pertempuran pun harus dilakukan karena Persia tidak mau takluk begitu saja. Empat pertempuran pertama dimenangkan pasukan Kekhalifahan Islam: Pertempuran Rantai, Pertempuran Sungai, Pertempuran Walaja, dan Pertempuran Ullais. Khalid benar-benar memanfaatkan kelemahan pasukan Persia yang sangat lambat karena beratnya persenjataan dan baju perang mereka. Dalam Pertempuran Rantai, ia "mengerjai" pasukan Hormuz dengan membuat mereka bolak-balik antara Kota Uballa dan Kota Kazima beberapa kali. Akibatnya pasukan Persia kelelahan dan Khalid pun memenangkan pertempuran pertamanya melawan Hormuz. Satu bulan kemudian, Hirah, ibukota Mesopotamia, berhasil direbut dan dalam beberapa bulan berikutnya, seluruh Mesopotamia dikuasai oleh Kekhalifahan Islam.

Setelah tugasnya usai dalam tahap pertama penaklukan Persia, ia diutus untuk memimpin pasukan khalifah di front peperangan di barat, Perang Islam-Romawi Timur. Agustus-November 634 M, Umar ibn Al-Khattab menggantikan Abu Bakr sebagai khalifah dan mengeluarkan keputusan yang mengejutkan dengan menurunkan jabatan sepupunya, Khalid, sebagai panglima tertinggi dalam penaklukan Syams. Tidak ada reaksi negatif dari dirinya. Ia terus bertempur.



Bulan Oktober 636 M, Abu Ubaydah menyerahkan kepemimpinan pasukan untuk sementara kepada Khalid sebagai panglima keseluruhan pasukan yang jumlahnya berkisar 30.000-40.000. Pasukan Romawi Timur yang datang ternyata benar-benar sesuai dengan kabar dari tawanan perang pada pertempuran sebelumnya, 150.000-240.000.

Pertempuran Yarmuk pun terjadi dan terjadilah kemenangan yang sangat menentukan dan bersejarah. Dengan membariskan pasukannya sepanjang 18 km, Khalid mengawali perang dengan strategi bertahan dan melakukan serangan balik ketika pertengahan hari. Kondisi ini terus berlangsung selama 4 hari. Pada hari kelima, pasukan Romawi mencoba membuat gencatan senjata, tetapi gagal. Pada hari keenam, Khalid mengubah strateginya menjadi penyerangan efektif. Pasukan Romawi kalah pada hari itu juga. Pertempuran Yarmuk merupakan salah satu dari contoh pertunjukan strategi militer brilian yang sangat langka di mana sejumlah pasukan dengan jumlah jauh lebih kecil mampu bertahan, bahkan menang melawan pasukan yang sangat besar jumlahnya.

Umar sekali lagi mengeluarkan kebijakan yang mengejutkan dengan memberhentikan Khalid secara total dari pasukan. Khalid dianggap terlalu berlebihan dengan memberikan ganjaran 10.000 Dirham untuk seorang penyair yang memuji dirinya. Ini dianggap sebuah pemborosan. Tahun 638 M, Khalid pun kembali ke Madinah dan secara normal agak memprotes pemberhentianny. Namun pada akhirnya, Khalid ibn Al-Walid tetap setia pada pemimpin dan agamanya. Ia menerima keputusan pemberhentiannya.

Khalid menjalani sisa kehidupannya di Kota Emesa, Syams. Ia wafat pada tahun 642 M dalam usia 50 tahun. Salah satu kalimat terakhirnya adalah sebagai berikut.

"... Dan di sini aku mati di atas tempat tidurku seperti domba yang mati. Mudah-mudahan mata orang-orang pengecut tidak akan pernah tidur!"

Pernyataannya ini menunjukkan kekecewaannya karena tidak bisa mencapai kematian di medan pertempuran yang merupakan dambaannya. Kuburannya sekarang menjadi bagian dari Masjid Khalid ibn Al-Walid.

Dalam sebuah narasi, dia memiliki bekas-bekas luka dari sejumlah sabetan pedang, tombak, dan panah hampir di semua bagian tubuhnya selain wajah. Orang-orang yang melihat luka-lukanya akan sulit menerka bagaimana ia bisa selamat dari luka-lukanya itu. Kemahirannya dalam bermain pedang dipertunjukkan dalam beberapa duel dalam pertempurannya. Dalam Pertempuran Rantai di Mesopotamia, ia membunuh Panglima Hormuz dalam duel seru yang disaksikan oleh dua belah pihak. Ia juga sangat mampu memanfaatkan pasukan berkudanya jauh lebih efektif dari musuh-musuhnya.

Rekor tidak terkalahkannya dalam pertempuran membuatnya memperoleh tempat yang hampir sejajar dengan Alexander The Great dan Subutai--salah satu panglima perang Jenghis Khan--. Ia sering sekali menggunakan beberapa taktik perang yang sangat cerdas seperti yang pernah ditulis dalam buku The Art of War karya Tsun Zu. Meskipun wilayah taklukannya tidak seluas taklukan Alexander The Great, ia tetap merupakan panglima perang terbaik di zamannya di samping Eulji Mundeok, panglima Korea yang hidup semasa dengannya.

Satu hal yang mungkin tidak bisa dimiliki oleh panglima perang lainnya adalah sifatnya yang jauh dari keangkuhan dan penuh kemurnian tujuan. Hal ini ditunjukkannya ketika menerima dengan penuh kelapangan dada kebijakan khalifahnya yang menurunkan jabatannya dan bahkan memberhentikannya dari pasukan. Sungguh sangat mungkin baginya memberontak pada khalifah karena pasukannya yang sangat mencintai diri jenderalnya. Ia hanya berkata,

"Saya tidak berperang untuk Umar."

Bahkan yang menjadi kekesalannya ketika diberhentikan bukanlah kekesalannya yang harus kehilangan jabatan, tetapi kekesalan karena tidak bisa lagi berperang membela agamanya dan mencapai cita-citanya untuk mati di medan perang.
Halaman sebelumnya

http://www.wattpad.com/95529-khalid-ibn-al-walid-~-panglima-perang-islam-tak?p=2

Sultan Abdul Hameed II

Pemimpin Khilafah Islam Terakhir

Kejayaan Islam di benua Eropa antara lain ditandai dengan berkembangnya wilayah kedaulatan Khilafah Usmaniah Turki. Selama berabad-abad, kerajaan Islam tersebut berhasil menancapkan pengaruhnya di Eropa Timur, Balkan, dan Mediterania. Seiring bergulirnya waktu, pengaruh itu berangsur pudar. Menjelang masa-masa kejatuhannya, muncul pemimpin Khilafah Usmaniah terakhir yakni Sultan Abdul Hamid II. Dengan segala daya yang ada, ia mencoba untuk terus mempertahankan dienul Islam di wilayah-wilayah kekuasaannya dari bahaya yang semakin mengancam, khususnya dari kekuatan Barat dan Yahudi.
Penuh konspirasiSultan Abdul Hamid II dilahirkan pada hari Rabu, 21 September 1842. Nama lengkapnya adalah Abdul Hamid Khan II bin Abdul Majid Khan dan merupakan putra kedua Sultan Abdul Majid I (dari istri keduanya). Ibunya meninggal dunia sewaktu ia berusia tujuh tahun. Abdul Hamid sedari muda, sudah bisa berbahasa Turki, Arab, dan Parsi di samping mengetahui bahasa Prancis. Ia juga gemar mempelajari beberapa buah buku kesusastraan dan puisi. Sewaktu orang tuanya, Sultan Abdul Majid meninggal dunia, pamannya, Abdul Aziz lantas diangkat menjadi Khalifah. Abdul Aziz tidak terlalu lama memegang jabatan Khalifah. Dia dipaksa berhenti dari jabatannya dan setelah itu dibunuh oleh musuh politik Usmaniah. Penggantinya adalah Sultan Murad, anak Sultan Abdul Aziz, namun dia pun disingkirkan dalam waktu yang singkat karena dianggap tidak layak. Pada tanggal 31 Agustus 1876, Sultan Abdul Hamid dilantik menjadi Khalifah menggantikan saudaranya, Murad V.
Umat memberikan baiat dan ketaatan kepadanya. Pada waktu itu, ia telah berumur 34 tahun. Dari tahun 1877 hingga tahun terakhir memerintah pada 1909, ia tinggal di Istana Yildiz. Abdul Hamid menyadari, seperti yang diungkap dalam catatan hariannya, tentang pembunuhan pamannya dan pergantian kepimpinan yang selalu disebabkan adanya konspirasi menentang Daulah Islamiah (Negara Islam). Para sejarawan mengkaji secara mendalam tentang perwatakan Abdul Hamid. Menurut mereka, Abdul Hamid mewarisi jabatan kepimpinan sebuah negara besar yang berada dalam keadaan tegang dan genting. Ia juga menghabiskan waktu lebih dari tiga puluh tahun yang penuh dengan konspirasi, intrik, peperangan, revolusi, peristiwa-peristiwa dan perubahan-perubahan yang terus terjadi.
Awal sekularisasiAbdul Hamid menuangkan perasaannya dalam hasil karya dan sajaknya. Di sini dipaparkan contoh sajak tulisannya yang telah diambil dari buku 'Ayahku Abdul Hamid', hasil karya anak perempuannya, Aisyah. Terjemahan sajaknya, ''Ya Tuhanku, aku mengetahui Engkau Yang Maha Esa (Al Aziz) dan tiada lain melainkan Engkau Yang Maha Esa, Engkaulah Yang Mana Esa dan tiada yang lain. Ya, Tuhanku pimpinlah aku dalam waktu yang sulit ini. Ya, Tuhanku jadilah penolongku dalam waktu yang genting ini.'' Cobaan pertama yang dihadapi Abdul Hamid adalah Midhat Pasha (1822-1885). Ada dugaan bahwa Midhat berasal dari kaum Yahudi Dunnama, sama seperti Mustafa Kamal.
Midhat Pasha terlibat secara rahasia dalam upaya penyingkiran pamannya, Abdul Aziz. Tidak lama setelah dilantik sebagai Khalifah, Abdul Hamid melantik Midhat Pasha sebagai ketua Majelis Menteri karena Midhat Pasha amat terkenal pada waktu itu. Abdul Hamid memerlukan jaminan agar pemerintahannya stabil. Midhat Pasha adalah gubernur yang cakap tetapi keras kepala. Sultan Abdul Aziz telah menjadi Khalifah dalam tahun 1861 dan disingkirkan dalam tahun 1876. Empat hari selepas disingkirkan, ia meninggal dunia. Ketika pemerintahan Abdul Aziz, banyak kemajuan telah dicapai. Pasukan Khilafah Usmaniah membuat persiapan untuk menjadi pasukan ketiga terkuat di dunia dengan kekuatan tentara darat mencapai 700,000 orang. Sultan Abdul Aziz juga melawat Mesir, Prancis, Inggris, dan Prusia.
Tujuan kunjungan itu ialah untuk mempengaruhi Perancis supaya berpihak kepada Daulah Usmaniyah dan supaya Prancis tidak berpihak kepada Rusia. Tujuan lainnya adalah untuk menghimpunkan negara-negara Eropa untuk menentang Rusia. Tidak lama kemudian, Inggris mengusulkan diadakan pertemuan di Istanbul yang dihadiri oleh para duta penguasa besar dengan tujuan untuk mewujudkan 'perdamaian' di Balkan. Kesepakatan pertemuan akhirnya memaksa Khilafah Usmaniah untuk melaksanakan beberapa reformasi. Maka, Midhat Pasha menjalankan reformasi-reformasi domestik tersebut. Termasuk di dalamnya pembentukan sebuah perlembagaan demokrasi dan undang-undang sekuler.
Dikepung negara besarUndang-undang itu jelas bertentangan dengan Islam, yang jika dilaksanakan akan bermakna penghapusan sistem Khilafah dan berarti mewujudkan sebuah negara yang serupa dengan negara Eropa lain. Abdul Hamid, para ulama serta tokoh-tokoh Islam yang lain menentangnya. Khilafah menolak memenuhi desakan negara-negara besar. Inggris berusaha gigih untuk menghancurkan Khilafah dan mereka berusaha untuk mempastikan pelaksanaan perlembagaan sekuler yang didrafkan oleh Midhat Pasha. Untuk menghalangi niat jahat ini, Abdul Hamid mencoba mengurangi popularitas Midhat Pasha. Akhirnya dia berhasil melepaskan diri dari belenggu Midhat.
Midhat didakwa mengatur pembunuhan Sultan Abdul Aziz. Seterusnya Abdul Hamid mengalihkan perhatian terhadap musuh luar negara Daulah Islam Usmaniah. Melalui kebijaksanaannya, dia mampu meramalkan bahwa revolusi komunis akan terjadi di Rusia dan akan membuat Rusia lebih kuat dan lebih berbahaya. Pada waktu itu Balkan yang merupakan sebagian dari wilayah kekuasaan Daulah Islam Usmaniah sedang berhadapan dengan dua bahaya yaitu Rusia dan Austria. Abdul Hamid berusaha membangkitkan penduduk Balkan dan menyadarkan mereka tentang bahaya yang bakal dihadapi. Ia hampir berhasil membuat perjanjian dengan negeri-negeri Balkan tetapi ketika perjanjian mencapai peringkat akhir, empat negeri Balkan mengambil keputusan lain dan menepikan Daulah Islam Usmaniah. Perubahan ini disebabkan pengaruh Barat dan Rusia. Abdul Hamid menyadari bahwa persekongkolan untuk memusnahkan Negara Islam Usmaniah lebih besar dari yang disangkakan.
Upaya itu melibatkan usaha dari dalam dan dari luar Negara Islam. Dari dalam, adalah Panglima Pasukan Awni Pasha yang mencoba menyeret Daulah Islam Usmaniah ke dalam kancah perang Bosnia tanpa persetujuan Abdul Hamid. Abdul Hamid mengetahui jika terjadi peperangan, maka Rusia, Inggris, Austria, Hungaria, Serbia Montenegro, Italia, dan Prancis akan menyerang kerajaan Usmaniah secara serentak dan memastikan Bosnia dirampas. Kejatuhan Daulah Islam Usmaniah tinggal menunggu waktu. Semua pihak menginginkan sebagian darinya, tidak ketinggalan kaum Yahudi. Orang-orang Yahudi yang menjadi warga Daulah Islamiah adalah pelarian dari negara-negara Eropa seperti Spanyol dan Portugal setelah pemerintah Islam di Andalus dikalahkan oleh tentera Kristen. Pada tahun 1895/6, sebuah buku bertajuk Der Judenstaat (Negara Yahudi) karangan Dr Theodore Hertzl (1869-1904), seorang Zionis dari Hungaria, diterbitkan.
Dalam buku itu disebutkan bahwa kaum Yahudi harus memiliki negara sendiri. Oleh karenanya, Yahudi lantas mengadakan pertemuan pertama di Swiss pada 29-31 Agustus 1897 untuk meletakkan azas pembentukan negara Yahudi di Palestina. Usai persidangan itu, pergerakan Yahudi semakin aktif. Ini menyebabkan Sultan Abdul Hamid mengeluarkan keputusan tahun 1900 untuk tidak membenarkan orang-orang Yahudi yang datang ke Palestina dan tinggal lebih dari tiga bulan. Segala cara dilakukan kaum Yahudi untuk membujuk Sultan Hamid membatalkan keputusannya. Termasuk dengan menawarkan sejumlah kompensasi dan berbagai janji lainnya. Abdul Hamid enggan menerima tawaran tersebut. Ia mengirimkan jawaban kepada mereka melalui Tahsin Pasha: ''Katakan kepada Yahudi biadab itu, utang negara Usmaniah bukan sesuatu yang memalukan. Prancis menpunyai utang dan itu tidak menyengsarakannya.
Al-Quds (Jerusalem) menjadi bagian dari tanah Islam sewaktu Umar bin Al-Khattab menaklukkan kota itu dan aku tidak akan mencatat sejarah yang memalukan dengan menjual Tanah Suci kepada Yahudi dan mengkhianati kepercayaan rakyat.'' Tahun 1901, Abdul Hamid mengeluarkan perintah melarang tanah di Palestina dijual kepada Yahudi. Tindakan Abdul Hamid ini sesuai sabda Rasulullah SAW: ''Imam adalah perisai (pelindung) yang dibelakangnya kamu berperang dan mendapat perlindungan.'' Dengan keikutsertaan Yahudi dan Zionis dalam konflik, maka barisan musuh Islam semakin kuat. Yahudi akhirnya meminta bantuan Inggris untuk mewujudkan impian mereka. Setelah Abdul Hamid II digulingkan pada 13 Maret 1909 maka pembentukan negara Yahudi di Palestina semakin dekat. Inggris kemudian melancarkan serangan terhadap Khilafah Usmaniyah dan ini menjadi sebab kejatuhannya. Tahun 1918, Sultan Abdul Hamid II meninggal dunia.

Saad bin Abi Waqqas: Panglima Perang Umat Islam

Saad bin Abi Waqqas: Panglima Perang Umat Islam

Penolakan kaisar Persia membuat air mata Saad bercucuran. Berat baginya melakukan peperangan yang harus mengorbankan banyak nyawa kaum Muslim dan non Muslim. Kepahlawanan Saad bin Abi Waqqas tertulis dengan tinta emas saat memimpin pasukan Islam melawan melawan tentara Persia di Qadissyah. Peperangan ini merupakan salah satu peperangan terbesar umat Islam.....

Saad bin Abi Waqqas: Panglima Perang Umat Islam

Penolakan kaisar Persia membuat air mata Saad bercucuran. Berat baginya melakukan peperangan yang harus mengorbankan banyak nyawa kaum Muslim dan non Muslim. Kepahlawanan Saad bin Abi Waqqas tertulis dengan tinta emas saat memimpin pasukan Islam melawan melawan tentara Persia di Qadissyah. Peperangan ini merupakan salah satu peperangan terbesar umat Islam.

Bersama tiga ribu pasukannya, ia berangkat menuju Qadasiyyah. Di antara mereka terdapat sembilan veteran perang Badar, lebih dari 300 mereka yang ikut serta dalam ikrar Riffwan di Hudaibiyyah, dan 300 di antaranya mereka yang ikut serta dalam memerdekakan Makkah bersama Rasulullah. Lalu ada 700 orang putra para sahabat, dan ribuan wanita yang ikut serta sebagai perawat dan tenaga bantuan. Pasukan ini berkemah di Qadisiyyah di dekat Hira. Untuk melawan pasukan Muslim, pasukan Persia yang siap tepur berjumlah 12O ribu orang dibawah panglima perang kenamaan mereka, Rustum.

Sebelum memulai peperangan, atas instruksi Umar yang menjadi khalifah saat itu, Saad mengirim surat kepada kaisar Persia, Yazdagird dan Rustum, yang isinya undangan untuk masuk Islam. Delegasi Muslim yang pertama berangkat adalah Numan bin Muqarrin yang kemudian mendapat penghinaan dan menjadi bahan ejekan Yazdagird.

Untuk mengirim surat kepada Rustum, Saad mengirim delegasi yang dipimpin Rubiy bin Aamir. Kepada Rubiy, Rustum menawarkan segala kemewahan duniawi. Namun ia tidak berpaling dari Islam dan menyatakan bahwa Allah SWT menjanjikan kemewahan lebih baik yaitu surga.

Para delegasi Muslim kembali setelah kedua pemimpin itu menolak tawaran masuk Islam. Melihat hal tersebut, air mata Saad bercucuran karena ia terpaksa harus berperang yang berarti mengorbankan nyawa orang Muslim dan non Muslim. Setelah itu, untuk beberapa hari ia terbaring sakit karena tidak kuat menanggung kepedihan jika perang harus terjadi. Saad tahu pasti, bahwa peperangan ini akan menjadi peperangan yang sangat keras yang akan menumpahkan darah dan mengorbankan banyak nyawa.

Ketika tengah berpikir, Saad akhirnya tahu bahwa ia tetap harus berjuang. Karena itu, meskipun terbaring sakit, Saad segera bangkit dan menghadapi pasukannya. Di depan pasukan Muslim, Saad mengutip Alquran surat Al Anbiya ayat 105 tentang bumi yang akan dipusakai oleh orang-orang shaleh seperti yang tertulis dalam kitab Zabur.

Setelah itu, Saad berganti pakaian kemudian menunaikan sholat Dzuhur bersama pasukannya. Setelah itu dengan membaca takbir, Saad bersama pasukan Muslim memulai peperangan. Selama empat hari, peperangan berlangsung tanpa henti dan menimbulkan korban dua ribu Muslim dan sepuluh ribu orang Persia. Peperangan Qadisiyyah merupakan salah satu peperangan terbesar dalam sejarah dunia. Pasukan Muslim memenangi peperangan itu.

Saad lahir dan besar di kota Makkah. Ia dikenal sebagai pemuda yang serius dan memiliki pemikiran yang cerdas. Sosoknya tidak terlalu tinggi namun bertubuh tegap dengan potongan rambut pendek. Orang-orang selalu membandingkannya dengan singa muda.

Ia berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya dan sangat disayangi kedua orangtuanya, terutama ibunya. Meski berasal dari Makkah, ia sangat benci pada agamanya dan cara hidup yang dianut masyarakatnya. Ia membenci praktik penyembahan berhala yang membudaya di Makkah saat itu.

Suatu hari dalam hidupnya, ia didatangi sosok Abu Bakar yang dikenal sebagai orang yang ramah. Ia mengajak Saad menemui Muhammad di sebuah perbukitan dekat Makkah. Pertemuan itu mengesankan Saad yang baru berusia 20 tahun.Ia pun segera menerima undangan Muhammad SAW untuk menjadi salah satu penganut ajaran Islam yang dibawanya. Saad kemudian menjadi salah satu sahabat yang pertama masuk Islam.

Saad sendiri secara tidak langsung memiliki hubungan kekerabatan dengan Rasulullah SAW. Ibunda rasul, Aminah binti Wahhab berasal dari suku yang sama dengan Saad yaitu dari Bani Zuhrah. Karena itu Saad juga sering disebut sebagai Saad of Zuhrah atau Saad dari Zuhrah, untuk membedakannya dengan Saad-Saad lainnya.

Namun keislaman Saad mendapat tentangan keras terutama dari keluarga dan anggota sukunya. Ibunya bahkan mengancam akan bunuh diri. Selama beberapa hari, ibunda Saad menolak makan dan minum sehingga kurus dan lemah. Meski dibujuk dan dibawakan makanan, namun ibunya tetap menolak dan hanya bersedia makan jika Saad kembali ke agama lamanya. Namun Saad berkata bahwa meski ia memiliki kecintaan luar biasa pada sang ibu, namun kecintaannya pada Allah SWT dan Rasulullah SAW jauh lebih besar lagi.

Mendengar kekerasan hati Saad, sang ibu akhirnya menyerah dan mau makan kembali. Fakta ini memberikan bukti kekuatan dan keteguhan iman Saad bin Abi Waqqas. Di masa-masa awal sejarah Islam, kaum Muslim mengungsi ke bukit jika hendak menunaikan shalat. Kaum Quraisy selalu mengalangi mereka beribadah.

Saat tengah shalat, sekelompok kaum Quraisy mengganggu dengan saling melemparkan lelucon kasar. Karena kesal dan tidak tahan, Saad bin Abi Waqqas yang memukul salah satu orang Quraisy dengan tulang unta sehingga melukainya. Ini menjadi darah pertama yang tumpah akibat konflik antara umat Islam dengan orang kafir. Konflik yang kemudian semakin hebat dan menjadi batu ujian keimanan dan kesabaran umat Islam.

Setelah peristiwa itu, Rasulullah meminta para sahabat agar lebih tenang dan bersabar menghadapi orang Quraisy seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Alquran surat Al Muzammil ayat 10. Cukup lama kaum Muslim menahan diri. Baru beberapa dekade kemudian, umat Islam diperkenankan melakukan perlawanan fisik kepada para orang kafir. Di barisan pejuang Islam, nama Saad bin Abi Waqqas menjadi salah satu tonggak utamanya.

Ia terlibat dalam perang badar bersama saudaranya yang bernama Umair yang kemudian syahid bersama 13 pejuang Muslim lainnya. Pada perang Uhud, bersama Zaid, Saad terpilih menjadi salah satu pasukan pemanah terbaik Islam. Saad berjuang dengan gigih dalam mempertahankan Rasulullah SAW setelah beberapa pejuang Muslim meninggalkan posisi mereka. Saad juga menjadi sahabat dan pejuang Islam pertama yang tertembak panah dalam upaya mempertahankan Islam.

Saad juga merupakan salah satu sahabat yang dikarunai kekayaan yang juga banyak digunakannya untuk kepentingan dakwah. Ia juga dikenal karena keberaniannya dan kedermawanan hatinya. Saad hidup hingga usianya menjelang delapan puluh tahun. Menjelang wafatnya, Saad meminta puteranya untuk mengafaninya dengan jubah yang ia gunakan dalam perang Badar. ''Kafani aku dengan jubah ini karena aku ingin bertemu Allah SWT dalam pakaian ini,''ujarnya.

sumber :Penulis : uli/anwary
www.republika.co.id